SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Sejarah Pendidikan
Islam Masa Bani Abbasiyah
Share on :
Oleh: Afiful Ikhwan*
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kejayaan islam dalam
berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
zaman itu umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang
naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya. Pada zaman pemerintahan
daulah abbasiyah, proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan
cara penterjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu,
seperti buku-buku karya bangsa-bangsa yunani, romawi, dan Persia, serta
sumber dari berbagai naskah yang ada dikawasan timur tengah dan afrika,
seperti Mesopotamia dan mesir.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah
ja`far al Mansur, setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/ 762 M) dan
menjadikannya sebagai ibu kota Negara. Ia menarik banyak ulama dan para
ahli diberbagai daerah untuk tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha
pembukuan ilmu agama seperti fiqh, tafsir, tauhid atau ilmu-ilmu lain
seperti bahasa dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat
perhatian adalah penerjemahan ilmu yang berasal dari luar.[1] Namun
begitu secara garis besar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mencapai puncak kejayaan pada masa Harun al Rasyid dan putranya al
Makmun.
Di antara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan adalah kelompok Mawali, seperti orang-orang Persia. Pada
masa itu, pusat-pusat kajian ilmiah bertempat dimasjid-masjid, misalnya
masjid basrah. Di masjid ini terdapat kelompok study yang disebut
halaqat al jadl, halaqat al fiqh, halaqat at tafsir wal hadits, halaqat
al riyadiyat, halaqat lil syi`ri wal adab, dan lain sebagainya. Banyak
orang dari berbagai suku bangsa yang dating kepertemuan itu, dengan
demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
A. Kemajuan Ilmu Agama Pada Masa Bani Abbas
Dibidang ilmu-ilmu agama, era abbasiyah mencatat dimulainya sistemasi
beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh. Khususnya
sejak tahun 143 H. para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang
sistematis baik dibidang ilmu tafsir, hadits, maupun ilmu fiqh.[2]
Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah ibnu juraij (w.150 H) yang
menulis kumpulan hadisnya dimekah, Malik Ibn Anas (w.171 H) yang menulis
al muwatta` nya di madinah, Al Awza`I di wilayah syam, Ibn Abi Urubah
dan Hammad Ibn salamah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di
kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175 H) yang menulis buku sejarah (Al
Maghazi) Al Layts Ibn Sa`ad (w.175 H) serta Abu Hanifah.
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari Naqli (Al Quran dan Hadits),
yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam.[3]
Ilmu-ilmu itu
diantaranya :
1. Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama dalam agama islam. oleh karena itu semua
perilaku umat islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua
bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah
para sahabat untuk menafsirkan.
Ada dua cara penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur,
yaitu penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi Al Quran dengan Al
Quran, Al Quran dengan AL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu
penafsiran Al Quran dengan mempergunakan akal dengan memperluas
pemahaman yang terkandung didalamnya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil
bin Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi
banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah. Mereka yang terkenal antara
lain Abu Bakar al Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan
Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H).[4]
2. Ilmu Hadits
Hadis adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al Quran. Karena
kedudukannya itu, maka setiap muslim selalu berusaha untuk menjaga dan
melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian/
pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha
para ulama sebelumnya.
Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan
tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib
(w.160 H) dan ibn Al Mubarak (w.181 H).
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru
penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis
musnad, antara lain Ahmad ibn Hanbal, ~Ubaydullah ibn Musa al `Absy al
Kufi, Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan Nu’aim
ibn Hammad al Khuza’I, perkembangan penulisan hadits berikutnya, masih
pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga, muncul
ternd baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah
penulisan Hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan Hadits yang di
dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadits-hadits sahih dari
yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al Bukhari (w.256 H), Muslim
(w.261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu Dawud (w.275 H), Al Tirmidzi (w.279
H), serta Al Nasa’I (w.303 H), yang karya-karya haditsnya dikenal dengan
sebutan kutubu al sittah.
3. Ilmu Fiqh
Ilmu fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para
tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era
tersebut, yaitu Abu Hanifah (w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al
Shafi’I (w.204 H), dan Ahmad ibn Hanbal (w.241 H). dari sini memunculkan
dua aliran yang berbeda dalam metode pengambilan hukum, yaitu ahli
Hadits dan ahli Ra`yi. Ahli hadits dalam pengambilan hukum, metode yang
dipakai adalah mengutamakan hadits-hadits nabi sebagai rujukan dalam
istinbat al ahkam. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik dengan
pengikutnya, pengikut imam Syafi’I, pengikut Sufyan, dan pengikut Imam
Hanbali. Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang memepergunakan akal dan
fikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan
teman-temannya fuqaha dari Iraq.
4. Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah
dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau
menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia.[5] Dalam sejarahnya
sebelum muncul aliran Tasawuf, terlebih dulu muncul aliran Zuhud.
Aliran ini muncul pada akhir abad I dan permulaan abad II H, sebagai
reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta
pembesar-pembesar Negara sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah
islam meluas ke Syria, mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud
mulai nyata kelihatan di kufah. Sedangkan dibasrah sebagai kota yang
tenggelam atas kemewahan, aliran zuhud mengambil corak yang lebih
ekstrim. Zahid yang terkenal disini adalah Hasan al Bisri dan Rabi’ah al
Adawiyah.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf muncul pula ahli-ahli dan
ulama-ulamanya, antara lain adalah al Qusyairy (w.465 H), kitab beliau
yang terkenal adalah ar risalatul Qusy Airiyah; Syahabuddari, yaitu abu
Hafas Umar ibn Muhammad Syahabuddari Sahrowardy (w.632 H), kitab
karangannya adalah Awwariffu Ma’arif; Imam Ghazali (w.502 H), kitab
karangannya antara lain : al Basith, Maqasidul, mFalsafah, al Manqizu
Minad Dhalal, Ihya Ulumuddin, Bidajatul Hidayah, Jawahirul Quran, dan
lainsebagainya.
5. Ilmu Bahasa
Pada masa bani Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan
suburnya, karena bahasa Arab semakin dewasa dan menjadi bahasa
internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang
dimaksud ilmu bahasa adalah : nahwu, sharafi, ma’ani, bayan, bad’arudh,
qamus, dan insya’.
Di antara ulama yang termasyhur adalah :
a. Sibawaihi (w.153 H).
b. Muaz al Harro (w.187 H), mula-mula membuat tashrif.
c. Al Kasai (w.190 H), pengarang kitab tata bahasa
d. Abu Usman al Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang
nahwu.
[6]
B. Kemajuan Filsafat Pada Masa Bani Abbasiyah
Banyak golongan pemikir lahir pada zaman ini, banyak diantara mereka
bukan islam dan bukan arab muslim. Mereka ini memainkan peranan yang
penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya kesusastraan yunani
dan hindu, dan ilmu zaman pra islam kepada mmasyarakat Kristen eropa.
Penerjemahan buku-buku yunani adalah salah satu factor dalam gerakan
intelektual ytang dibangkitkan dalam dunia islam abad ke 9, dan terus
berlanjut sampai abad ke 12. Memang ada juga terjemahan-terjemahan lain,
terutama buku-buku india yang sebelumnya diterjemahkan dalam bahasa
pahlevi
.[7] Tetapi rangsangan awal berasal dari bahasa yunani.[8]
Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat yunani yaitu
aristoteles terkenal di eropa.
Namun penting untuk memandang pengaruh yunani dalam perspektif yang
benar. Setelah kitab-kitab filsafat yunani diterjemahkan kedalam bahasa
arab pada masa pemerintahan khalifah Harun al Rasyid dan Al Ma’mun, kaum
muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan
mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. oleh
sebab itu, lahirlah filsafat islam yang akhirnya menjadi bintangnya
dunia filsafat.
Bagi orang arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam
arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia
secara khusus, nuansa filsafat mereka berasal dari nuansa tradisi
filsafat yunani, yang di modifikasi dengan pemikiran para penduduk
diwilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainya, yang
disaesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dengan bahasa
Arab.
Filosof pertama adalah Al Kindi atau Abu Yusuf Ibn Ishaq, ia memperoleh
gelar “filosof bangsa arab”, dan ia memang merupakan representasi
pertama dan yang terakhir dari murid Aristoteles di dunia timur yang
murni keturunan Arab. System pemikirannya beraliran ekletisisme, namun
al Kindi menggunakan pola Neo Platonis untuk menggabungkan pemikiran
Plato dan Aristoteles, serta menjadikan matematika Neo Phytagoren
sebagai landasan ilmu.[9]
Proyek harmonisasi antara filsafat yunani dengan islam, yang dimulai
oleh al Kindi, seorang keturunan Arab, beliau menganut aliran Mu’tazilah
dan kemudian belajar filsafat. Al Nadim dan al Dafthi menyebutkan
karangan al Kindi sebanyak 238 buah yang berisi filsafat, logika, ilmu
hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, ilmu politik, optic, ilmu
matematika, dan lain sebagainya. Kemudian dilanjutkan oleh al Farabi,
seorang keturunan Suriah. Di samping sejumlah komentar terhadap
Aristoteles dan filosof yunani lainnya, al Farabi juga menulis berbagai
karya tentang psikologi, politik, dan metafisika. Salah satu karya
terbaiknya adalah Risalah Fushsush al Hakim (Risalah Mutiara Hikmah) dan
Risalah fi Ara Ahl al Madinah al Fadhilah (Risalah tentang pendapat
penduduk kota ideal)
C. Kemajuan Sains Pada Masa Bani Abbasiyah
Kemajuan yang dicapai oleh umat islam di era Abbasiyah tidak hanya
terbatas pada ilmu-ilmu agama dan filsafat, melainkan juga disertai
dengan kemajuan ilmu-ilmu sains. Bahkan jika dicermati, kemajuan sains
di dunia islam mendahului perkembangan ilmu filsafat yang juga
berkembang pesat di era abbasiyah. Hal ini bisa jadi buah dari
kecenderungan bangsa arab saat itu yang lebih mengutamakan penerjemahan
buku-buku sains yang memiliki implikasi kemanfaatan secara langsung bagi
kehidupan mereka (dzat al atsar al maddi fi hayatihim) di banding
buku-buku olah piker (filsafat).
Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan
besar kepada peradaban manusia modern dan sejarah ilmu pengetahuan masa
kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Ibn Muhammad Musa al
Khawarizmi, swang pencetus ilmu algebra. Algoritma, salah satu cabang
matematika bahkan juga di ambil dari namanya.
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum
muslimin era abbasiyah yang di dukung langsung oleh khalifah Al Mansur
yang juga sering disebut sebagai astronom. Penelitian dibidang astronomi
oleh kaum muslimin di mulai pada era Al Mansur ketika Muhamad Ibn
Ibrahim al fazari menerjemahkan buku “siddhanta” (yang berarti
pengetahuan melalui matahari) dari bahasa sanskerta ke dalam bahasa
Arab.
Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah Abu al
Abbas Ahmad al Farghani dari Farghana Transoxiana, karya utama al
Farghani adalah, al Mudkhil ila Ha ‘ilm Haya’ah Al Aflak diterjemahkan
dalam bahasa latin oleh john dari Seville dan Gerard dari Cremona. Dalam
versi bahasa Arab, buku itu ditemukan dengan judul yang berbeda. Abu
Abdullah Muhammad Ibn Jabir al Battani, seorang sabi’in dari Harran, dan
seorang ahli astronomi bangsa saba yang terbesar pada masanya, bahkan
yang terbesar pada masa islam, telah melakukan berbagai observes dan
kajian raqqah. Al Battani adalah seorang peneliti kawakan. Ia mengoreksi
beberapa kesimpulan ptolemius dalam karya-karyanya, dan memperbaiki
perhitungan orbit bulan. Juga beberapa planet, ia membuktikan
kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Menentukan sudut
ekliptik bumi dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan
mengemukakan berbagai teori orisinal kemungkinan munculnya bulan
baru.[10]
Pada era harun al Rasyid dan al Makmun, sejumlah teori-teori astronomi
kuno dari yunani direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom
muslim yang terkenal pada masa era abbasiyah antara lain Al Khawarizmi,
Ibn Jabir al Battani (w.929 H), Abu Rayhan al Biruni (w.1048 H), serta
Nasir al Din al Tusi (w.1274 H)
Sedangkan ilmu fisika telah dikembangkan oleh Ibn al Haytsam atau yang
dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang mengembangkan
teori-teori awal metodologi sains ilmiah melalui eksperimen. Untuk itu
beliau diberi gelar sebagai the real founder of physics, Ibn al Haytsam
juga dikenal sebagai bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang
fenomena pelangi dan gerhana.
Di bidang ilmu kimia di era abbasiyah mengenal nama-nama semisal Jabir
ibn Hayyan (atau geber di barat) yang menjadi pioneer ilmu kimia modern.
Selain itu ada Abu Bakr Zakariya al Razy yang pertama kali mampu
menjelaskan pembuatan asam garam (sulphuric acid) dan alcohol. Dari para
pakar kimia muslim inilah sejumlah ilmuwan barat seperti Roger Bacon
yang memperkenalkan metode empiris ke eropa dan Isaac Newton banyak
belajar.
Dalam bidang kedokteran muncul tokoh-tokoh seperti Al Kindi yang
pertamakali mendemontrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam
dunia medis dan farmakologi. Atau ada juga Al Razi yang menemukan
penyakit cacar (smallpox). Al Khawarizmi, Ibnu Sina dan Lain-lain.
Disebutkan pula, sebagai bukti lain yang menggambarkan kemajuan ilmu
kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman khalifah Al Muqtadir Billah
(907-932 M/295-390 H) terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi sebagai
dokter.
Di samping itu kemajuan beberapa disiplin ilmu sains sebagaimana yang
telah dipaparkan di atas, umat islam era abbasiyah juga mengalami
kemajuan ilmu dibidang ilmu lainnya seperti biologi, geografi,
arsitektur, dan lainnya yang tidak penulis jelaskan seluruhnya dalam
makalah ini. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa sains pada era abbasiyah
memang begitu berkembang meskipun mulai periode kedua sudah mulai
mengalami kemunduran, khususnya dalam bidang politik dan kekhilafahan.
Era keemasan bani abbasiyah juga mencatat penemuan-penemuan dan inovasi
penting yang sangat berarti bagi manusia. Salah satu di antaranya adalah
pengembangan teknologi pembuatan kertas. Kertas yang pertama kali
ditemukan dan digunakan dengan sangat terbatas oleh bangsa cina berhasil
dikembangkan oleh umat muslim era abbasiyah, setelah teknologi
pembuatannya dipelajari melalui para tawanan perang dari cina yang
berhasil di tangkap setelah meletusnya perang talas.[11] Setelah itu
kaum muslim berhasil mengembangkan teknologi pembuatan kertas tersebut
dan mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad. Hingga pada tahun
900 M di Baghdad terdapat ratusan percetakan yang mempekerjakan para
tukang tulis dan penjilid buku untuk membuat buku.
Perpustakaan-perpustakaan umum saat itu mulai bermunculan. Dari Baghdad
teknologi pembuatan kertas kemudian menyebar hingga fez dan akhirnya
masuk ke eropa melalui Andalusia pada abad ke 13 M.
*) Penulis adalah mahasiswa PPs Strata 2 IAIN Tulungagung
[1] Musripah, Susanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta) : Kencana, 2002),
hlm. 57-58
[2] Muhammad Sahrul Murajjab, “Peradaban Emas Bani Abbasiyah: Kajian
Ringkas” dalam
http;//www.inpansonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=371;peradaban-emas-dinasti-abbasiyah-kajian-ringkas&catid=28;sejarah-peradaban-islam<emid=97.
[3]
Kutilang “Masa Keemasan Islam Bani Abbasiyah” dalam
http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang-/masa-keemasan-islam-bani-abbasiyah.
[4]
Faksain M Fa`al, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta : Artha Rivera,
), hlm. 70-71
[5] Hitsuke, “Pembangunan daulah Bani Abbas” dalam
http;//hitsuke.blogspot.com/2011/01/daulah-abbasiyah.html
[6] Kutilang, “Masa Keemasan Islam Bani Abbasiyah”…
[7] Bahasa kerajaan Sasania
[8] W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam…,hlm. 139
[9] Yanwar, “Bani Abassiyah” dalam
http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah-sejarah-peradaban-islam/bani-abbasiyah.
[10]
Ibid…
[11] Perang talas adalah peperangan yang terjadi pada bulan juli
tahun751 m.
- See more at:
http://afifulikhwan.blogspot.com/2011/11/sejarah-pendidikan-islam-masa-bani.html#sthash.a4ttyYVQ.dpuf
Copy and WIN : h
Komentar
Posting Komentar