Budaya Jakarta

Penduduk asli Jakarta adalah orang Betawi, yaitu masyarakat keturunan campuran dari ras dan suku yang berbeda-beda, yang menjadikan Jakarta menjadi rumahnya. Termasuk masyarakat yang terbiasa bicara terang-terangan dan demokratis, masyarakat Betawi menerima dan memahami baik budaya yang berbeda-beda dalam kesehariannya, sampai seni, musik dan tradisi. Bahasa Betawi tampak seperti campuran dari bahasa Malay asli dengan pemakaian beberapa kata-kata dari bahasa Sunda, bercampur lagi dengan kata-kata dari bahasa Jawa, Cina, India, Arab bahkan juga dari bahasa Belanda.

Masa Pra-Kolonial, Masa Kolonial, Kemerdekaan dan Indonesia Saat ini

Area yang terbilang paling tua di Jakarta adalah bagian utara pantai barat Jawa dimana sungai Ciliwung berada, mengailiri teluk-teluk di Jakarta.

Kota pelabuhan ini pada mulanya bernama Sunda Kelapa, namun pada 22 Juni 1527 Pangeran Fatahillah menghancurkan Sunda Kelapa dan sebagai gantinya mendirikan kota Jayakarta di area tersebut. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai tanggal berdirinya kota Jakarta.
Kota Jayakarta berkembang sebagai kota pelabuhan yang sibuk, dimana para pedagang dari Cina, India, Arab dan Eropa serta dari Negara-negara lainnya saling bertukar barang-barang/komoditi.


Tahun 1619, Pemerintahan Belanda (VOC) di bawah kepemimpinan Jan PieterszoonCoen menghancurkan Jayakarta dan dengan serta merta membangun kota baru yang terletak di bagian barat sungai Ciliwung, yang dia namakan Batavia, nama yang diambil dari Batavieren, nenek moyang bangsa Belanda

Batavia direncanakan dan dibangun nyaris mirip dengan kota-kota di Belanda, yaitu dibangun dalam bentuk blok, masing-masih dipisahkan oleh kanal dan dilindungi oleh dinding sebagai benteng, dan parit. Batavia ini selesai dibangun pada 1650. Batavia tua adalah tempat tinggal bangsa Eropa, sementara bangsa Cina, Jawa dan penduduk asli lainnnya disingkirkan ke tempat lainnya.



SEJARAH DAN BUDAYA JAKARTA
Di masa-masa kejayaannya Batavia yang terkenal sebagai ‘Permata dari timur’, diduduki oleh VOC dan kemudain akhirnya diduduki pemerintah Belanda yang terbentang luas di kepulauan Hindia timur.
Kemudian pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta

Jakarta is a multicultural city.

In Jakarta, local culture, Betawi, fuse with European, Indian, Chinese, and Arab influences.
Pada abad ke 4 sebelum masehi, Jakarta yang sebelumnya bernama Sunda Kelapa, dikenal sebagai pelabuhan sibuk dari kerajaan Hindu Pajajaran. Di sini tempat berkumpulnya pedagang-pedagang dari Cina, India dan Arab, termasuk  berbagai suku dari berbagai pulau Indonesia yang umumnya datang untuk berdagang lada. Pada masa abad penjelajahan Eropa dalam tujuannya menemukan kepulauan rempah-rempah, kapal layar Portugis pertama berlabuh  pada tahun 1522 dan kembali pulang mengangkut lada bernilai tinggi dalam jumlah besar.
Pada tahun 1527, karena merasa terancam oleh kekuatan Portugis yang mendukung kerajaan Sunda Hindu, Raja Fatahillah dari Kerajaan Islam Cirebon menyerang kota dan membangun kota  baru bernama Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang sekarang dikenal sebagai tanggal kelahiran kota Jakarta. Menjelang akhir abad ke 16 di tahun 1596, kapal dagang pertama dari Belanda berlabuh disini, dan diikuti oleh kapal Inggris dari Perusahaan Hindia Timur Inggris pada tahun 1602.
Pada tahun 1619, pasukan Belanda dibawah komando Jan Pieterszoon Coen menyerang Jayakarta, dan meratakannya dengan tanah. Di atas sisa-sisa reruntuhan inilah dibangun kota Batavia, yang sekarang dikenal dengan Kota Tua. Di Kota Tua terdapat Stadhuis, yang sekarang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, tempat dimana semua kepentingan Belanda di berbagai pulau diatur.
Karena Batavia terus menerus diserang oleh kerajaan Jawa Demak dan Mataram, akhirnya pihak Belanda memutuskan untuk membangun tembok kota, dimana penduduk asli Indonesia tetap tinggal di luar tembok kota  dan hanya bangsa Eropa dan Cina yang diperbolehkan tinggal di dalam tembok kota . Meskipun demikian, pada saat pemberontakan dan pembantaian Cina, di tahun 1740  mereka dipindahkan ke daerah Glodok, yang sekarang dikenal sebagai daerah Pecinan, pusat perdagangan dan bisnis dari kota Jakarta. 
Sementara itu, dengan banyaknya perkawinan antar suku  akhirnya terbentuklah kelompok etnis Betawi. Kelompok etnis Betawi pada saat ini dianggap sebagai penduduk asli kota Jakarta
Today, Old Batavia, with its many Dutch heritage buildings together with the nearby Kota are preserved and revitalized to become an important business center business area as well as historic tourist destination. The large buildings once housing government offices and large corporations now house among others the Wayang Museum, the Arts and Ceramics Museum, and other heritage sites.
Saat ini, Kota Tua dengan sejumlah bangunan peninggalan Belanda  dijaga  dan  diperbaiki guna menjadi pusat daerah bisnis, dan pada saat bersamaan dapat menjadi tujuan wisata sejarah. Berbagai bangunan besar yang sebelumnya digunakan sebagai kantor pemerintahan dan perusahaan swasta sekarang telah menjadi Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik  dan berbagai situs sejarah.
Sementara itu, dengan berkembangnya kota Jakarta, pemerintah pada saat itu memutuskan untuk memindahkan bagian selatan kota ke ‘Weltevreden’ , yang sekarang dikenal sebagai daerah Menteng , Jakarta Pusat. Di daerah ini  Belanda banyak membangun istana, gereja, katedral, teater dan museum, selain daerah pemukiman.  Hal ini menjelaskan mengapa begitu banyaknya bangunan peninggalan Belanda di daerah ini.
Setelah 3 tahun masa pendudukan Jepang dari 1942-1945, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno, terpilih menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Pada saat bersamaan nama Batavia dikembalikan menjadi Jakarta. Presiden Soekarno merupakan orang pertama yang merancang modernisasi Jakarta lebih jauh ke Selatan bersamaan dengan  adanya Jalan Jenderal Sudirman. Soekarno  jugalah yang membangun Monumen Nasional, Mesjid Istiqlal,Stadion Olahraga Senayan, dan jalan raya utama Thamrin-Sudirman, termasuk hotel pencakar langit pertama, Hotel Indonesia.
Dengan kekayaan sejarah beragam ras dan etnis, ibukota Indonesia, Jakarta telah menyatukan berbagai kepentingan dan jaringan nasional maupun internasional, menyediakan pembelajaran dari masa lalu dan kreasi, inovasi dan harapan bagi generasi masa datang.

Komentar

Postingan Populer