Artikel Psikologi Pendidikan

Artikel Psikologi Pendidikan

A.                Definisi Belajar
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.
Berikut ini pendapat para ahli psikologi dalam memandang Belajar:
1.         Skinner (1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Disamping itu belajar juga membutuhkan proses yang berarti belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
2.         Mc Geoch (1956) memberikan definisi belajar “learning is a change in performance as a result of practice. Ini berarti bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, yang disebabkan oleh proses latihan.
3.         Kimble memberikan definisi belajar “Learning is a relative permanent change in behavioral potentiality occur as a result of reinforced practice. Dalam definisi tersebut terlihat adanya sesuatu hal baru yaitu perubahan yang bersifat permanen, yang disebabkan oleh reinforcement practice.
4.         Horgen (1984) memberikan definisi mengenai belajar “learning can be defined as any relatively, permanent change in behavior which occurs as a result of practice or experience” suatu hal yang muncul dalam definisi ini adalah bahwa perilaku sebagai akibat belajar itu disebabkan karena latihan atau pengalaman.
Contoh Belajar:
Dalam mempermudah pemahaman anda mengenai bagaimana sebenarnya proses belajar itu berlangsung , berikut ini akan dikemukakan dua contoh sederhana sebagai gambaran.
Seorang anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakkanya pada suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakkan “ tersebut merupakan respons atau reaksi atau rangsangan yang timbul/ ada pada mainan itu (misalnya, kunci dan roda mobil-mobilan tersebut).
Pada tahap permulaan, respons anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempuran. Sehubungan dengan contoh ini, belajar dapat kita pahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atau situasi atau rangsangan yang ada
Contoh lainnya, bayangkanlah bahwa si Didi sedang berada dalam sebuah ruangan eksperimen yang pintu dan jendelanya terkunci rapat. Ia sangat lapar, tetapi tidak tahu bagaimana mengatasi rasa laparnya itu. Apakah yang dapat Didi lakukan? Mungkin ia akan berteriak meminta pertolongan , tetapi ia akan berteriak meminta pertolongan, tetapi ia tidak melakukanya karena akan sia-sia belaka. Daripada berteriak-teriak ia merasa lebih baik mengelilingi ruangan itu, mengamati seluruh bagiannya, bahkan meraba-raba sambil mencari sesuatu berkali-kali.
Akhirnya Didi menemukan sebuah tombol kecil dekat sebuah lubang tipis yang lebarnya kira-kira 10 cm. ia menekan tombol itu, lalu terdengar bunyi “tit-tit-tit” diiringi suara laksana jatuhnya sebuah benda ringan. Namun ia tidak melihat apa-apa. Menghadapi situasi seperti ini ia mundur untuk menghindari sesuatu yang mungkin mencelakakanya.
B.                Arti Penting Belajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap unsur pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam menguasai proses perubahan manusia itu.
Belajar memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam perspektif keagamaan pun belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Seorang siswa yang menempuh proses belajar yang ideal yaitu ditandai munculnya pengalaman-pengalaman psikologi baru yang positif yang diharapkan dapat mengembangkan anekaragam sikap, sifat dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan destruktif (merusak).
C.                 Belajar, Memori, serta Pengetahuan dalam Perspektif dan Agama
1.         Ragam Alat Belajar
Ragam alat fisio-psikis itu  adalah sebagai berikut:
a.      Indera penglihat (mata) yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual.
b.      Indera pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal.
c.       Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu dalam hubungan dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sama lain berhubungan secara fungsional.
2.         Ragam Pengetahuan Dan Memory
Ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni: declarative knowledge dan procedural knowledge (Best, 1989, Anderson, 1990). Pengetahuan deklaratif dan prosedural proporsional ialah pengetahuan mengenai informasi factual yang pada umumnya bersifat statis-nomatif dan dapat dijelaskan secara lisan, isi pengetahuan ini berupa konsep-konsep yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi tulisan/lisan dengan demikian pengetahuan deklaratif adalah knowing that atau “mengetahui bawah”. Juga disebut state able concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan melalui ekspresi lisan (Evans, 1991).
Sebaliknya pengetahuan prosedur adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis. Namun, pengetahuan didemonstrasikan dengan perbuatan nyata. Jadi, pengetahuan prosedural lazim disebut sebagai knowing how atau “mengetahui cara” melakukan sesuatu perbuatan pekerjaan dan tugas tertentu.
Selanjutnya ditinjau dari sudut sejenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri dari dua macam.
a.         Semantic memory (memori semantic), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
b.         Episodic memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
3.         Perspektif Psikologi
Menurut para ahli psikologi pendidikan khususnya yang tergolong cognitifist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori dan pengetahuan sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem Penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia. Dalam otak kita ada yang dinamakan skema (skema kognitif) adalah semacam file yang berisi informasi dan pengetahuan sejenis seperti linguistic schema untuk memahami kalimat. Cultural skema untuk menafsirkan mitos dan kepercayaan adat dan seterusnya. Skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam sub sistem akal permanen manusia.
Menurut Best (1987) setiap informasi yang kita terima sebelum masuk dan diproses oleh sub sistem akal pendek (short term memory) terlebih dahulu di simpan sesaat atau Tepatnya lewat karena dalam waktu sepersekian detik yang disebut sensory memory alias sensory register yakni subsistem penyimpanan pada saraf indera penerima informasi dalam dunia kedokteran subsistem ini disebut “syaraf sensori” yang berfungsi mengirimkan influsi ke otak.
4.         Perspektif Agama
Islam menurut Dr. Yusuf Al Qadrawi (1984), adalah aqidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam Firman Allah SWT, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan Kecuali Allah” (Surat Muhammad: 19).
a.         Allah Berfirman, “….apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
b.         Allah Berfirman, “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui….” (Al-Isra:36).
c.          Dalam Hadits Riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena pengetahuan hanya didapat melalui belajar….” (Qordhawi, 1989)
D.                Teori Belajar
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang Berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara banyak teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni: Koneksionisme, Pembiasaan Klasik, Pembiasaan Perilaku Respons dan Pendekatan Kognitif.
1.         Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dalam eksperimen kucing itu atau puzzle box kemudian dikenal dengan nama instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).
Berdasarkan eksperimen itu, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R psychology of learning”.
Thorndike mengemukakan tiga macam hukum yaitu:
a.         Hukum Pengaruh
Hukum pengaruh dapat dinyatakan bahwa bila hubungan antara situasi dengan satu respon dibuat dan disertai atau diikuti kejadian dalam keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan akan bertambah. Sebaliknya bila dibuat dan disertai atau diikuti oleh satu kejadian/keadaan yang menjengkelkan, maka kekuatan hubungan akan berkurang. Dalam kehidupan, manusia cenderung mengerjakan apa yang menyenangkan dan menolak apa yang tidak menyenangkan.
b.         Hukum Kesiapan
Fungsi utama dari hukum kesiapan adalah mengikat pengalaman tentang tingkah laku kepada fisiologi. Usaha Thorndike untuk menghubungkan pengamatan tingkah laku kepada fisiologi tidak banyak didorong oleh kenyataan. Hubungan semacam itu dapat dibuat, tapi hal itu terjadi akibat dari pengaruh teori William James dan yang lainnya pada awal abad 20, yang berpendapat bahwa hukum-hukum psikologi akan lebih dekat berhubungan dengan apa yang dikenal atau yang disetujui yaitu hubungan yang bersifat fisiologis, yang jelas Thorndike memberikan focus pada hubungan yang menjelaskan karakteristik yang bersifat fisiologikal. Sesuatu tindakan yang memuaskan atau menjengkelkan dapat dengan tepat diramalkan sebagai karakteristik dari tingkah laku internal. Oleh karena itu Thorndike berpendapat bahwa:
1)      Pengalaman yang memuaskan itu akan terjadi apabila satu unit pengantara siap menggerakkan respon.
2)      Pengalaman yang menjengkelkan akan terjadi apabila satu unit pengantara tidak menggerakkan respond an atau tidak siap dipaksa menggerakkan satu respon.
c.          Hukum Latihan
Secara singkat hukum ini berpegang pada hal-hal yang sama dan belajar terjadi melalui latihan dari tindakan tertentu. Didalam teori Thorndike yakni koneksionisme seseorang dapat menyatakan bahwa latihan dapat menguatkan ikatan atau hubungan. Throndike kemudian mengenalkan dua aspek lain, yakni hukum kegunaan dan hukum ketidakgunaan.
1)                                    Hukum Kegunaan
Bila suatu hubungan dapat dibuat antara satu situasi dengan satu respon maka kekuatan hubungan dalam situasi yang memiliki persamaan itu akan bertambah. diakui oleh Thorndike bahwa besarnya kekuatan hubungan dipengaruhi oleh bermacam hal seperti tenaga/kekuatan dan lamanya waktu dari masa latihan.
2)      Hukum Ketidakgunaan
Mengikuti hukum kegunaan yakni tanpa latihan suatu hubungan akan lemah. Dengan perkataan lain suatu hubungan yang dapat diubah antara satu situasi dengan satu respon tidak terjadi dalam situasi yang sama, maka hubungan itu akan lemah. Dalam perkembangan selanjutnya Thorndike mengurangi peranan dari hukum latihan ini didalam latihannya.
2.         Pembiasaan Klasik
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3.         Pembiasaan Perilaku Respon
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organisme. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning.
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
a.         Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.         Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.          Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.         Dalam proses pembelajaran tidak digunakan hukuman, untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
e.         Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
f.           Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
g.         Dalam pembelajaran digunakan shaping.
4.         Teori Pendekatan Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget, tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya. Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi. Ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderunngan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk beradaptasi dan organisasi.
Untuk keperluan konseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan intelektual, Piaget membagi perkembangan ini ke dalam 4 tahap yaitu:
a.         Tahap Sensori motor (0-2,0 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Tahap sensorimotor adalah tahap pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1)         Sub-tahapan fase refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2)         Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3)         Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4)         Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu  yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda.
5)         Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6)         Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
b.      Tahap Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran praoperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
c.       Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme-kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
d.      Tahap operasi formal (11,0-dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif:
1)                                 Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
2)         Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulus dalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
3)                                 Interaksi sosial, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu.
4)         Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi sosial.
E.                 Definisi dan Fase-Fase dalam Proses Belajar
1.         Definisi Proses Belajar
Proses dari bahasa latin “processus" yang berarti “berjalan ke depan” menurut Chaplin (1972) proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan.
Dalam psikologi belajar proses berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hail-hasil tertentu (Reber, 1988). Jadi proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
2.         Fase-Fase dalam Proses Belajar
a.         Hirarki belajar dari Gagne memungkinkan juga prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula. Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsep konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai prasyarat berikutnya lagi:
1)         Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi merka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
2)         Fase Pengenalan (ApprehendingPhase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
3)                                 Fase Perolehan (Acquisition Phase)
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi disajikan. Sudah dikemukakan dalam bab-bab terdahulu bahwa informasi tidak langsung disimpan didalam memori.
4)         Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), (praktek), (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
5)                                 Fase Pemanggilan (Recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil (recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6)                                 Fase Generalisas
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan diluar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru, misalnya meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah.
7)                                 Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari bagaimana menggunakan mikroskop dalam pelajaran biologi.
8)                                 Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforsmen pada mereka untuk penampilan yang berhasil.
b.         Menurut Jerome S. Bruner, salah seorang penentang teori S.R Bond dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase yaitu:
1)                        Fase informasi (tahap penerimaan materi)
2)                        Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
3)                        Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
c.          Menurut Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam 3 tahapan.
1)            Actuation (tahap perolehan/penerimaan informasi)
2)                                    Storage (tahap penyimpanan informasi)
3)                                    Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Daftar Pustaka
Mustaqim, Abdul Wahib. 1991. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta.
http://m.psikologipendidikan.com

http://m.fase-fasebelajar.com


Komentar

Postingan Populer